Carding adalah berbelanja menggunakan nomor dan identitas
kartu kredit orang lain, yang diperoleh secara ilegal biasanya dengan mencuri
data di internet. Sebutan pelakunya adalah Carder. Sebutan lain untuk kejahatan
jenis ini adalah cyberfroud alias penipuan dunia maya. Menurut riset Clear
Commerce Inc, Perusahaan teknologi informasi berbasis di Texas – AS, Indonesia
memiliki carder terbanyak kedua di dunia setelah Ukrania. Sebanyak 20 persen
transaksi memalui internet dari Indonesia adalah hasil carding. Akibatnya
banyak situs belanja online yang memblokir IP atau Internet protocol (alamat
komputer internet) asal Indonesia. Kalau
kita belanja online, formulir pembelian online shop tidak mencantumkan nama
negara Indonesia. Artinya konsumen Indonesia tidak diperbolehkan belanja
disitus itu.
Ruang Lingkup
Kejahatan Carding mempunyai dua ruang lingkup
nasional dan transnasional. Secara nasional adalah pelaku carding melakukannya
dalam lingkup 1 negara. Transnasional adalah pelaku carding melakukannya
melewati batas negara. Berdasarkan karakteristik perbedaan tersebut untuk
penegakan hukumnya tidak bisa dilakukan secara tradisional, sebaiknya dilakukan
dengan menggunakan hukum tersendiri.
Sifat Kejahatan
Sifat Carding secara umum adalah non-violence
kekacauan yang ditimbulkan tidak terlihat secara langsung tapi dampak
ditimbulkan bisa sangat besar. Karena carding merupakan salah satu dari
kejahatan cybercrime berdasarkan aktivitasnya. Salah satu contohnya dapat
menggunakan nomor rekening orang lain untuk belanja secara online demi
memperkaya diri sendiri. Yang sebelumya tentu pelaku (carder) sudah mencuri
nomor rekening dari korban.
Pihak-pihak yang terkait dalam carding
1.
Carder
Carder adalah pelaku dari carding, Carder menggunakan e-mail, benner atau
pop-up window untuk menipu netter ke situs web palsu, dimana netter diminta
untuk memberikan informasi pribadinya. Teknik umum yang sering digunakan oleh
para carder dalam aksi pencurian adalah membuat situs e-mail palsu atau disebut
juga phising dengan tujuan memperoleh informasi nasabah seperti nomor rekening,
PIN (Personal Identification Number) atau password. Pelaku kemudian melakukan
konfigurasi PIN atau password setelah memperoleh informasi dari nasabah,
sehingga dapat mengambil dana dari nasabah tersebut.
Target Carder yaitu pengguna layanan internet banking atau situs-situs iklan,
jejaring sosial, online shopping dan sejenisnya yang ceroboh dan tidak teliti
dalam melakukan transaksi secara online melalui situs internet. Carder
mengirimkan sejumlah e-mail ke target sasaran dengan tujuan untuk mengup-date
atau mengubah user ID dan PIN nasabah melalui internet. E-mail tersebut
terlihat seperti dikirim dari pihak resmi, sehingga nasabah seringkali tidak
menyadari kalau sebenarnya sedang ditipu. Kalau carding mempergunakan fasilitas
internet dalam mengembangkan teknologi informasi tersebut dengan tujuan yaitu
menimbulkan rusaknya lalu lintas mayantara (cyberspace) demi terwujudnya tujuan
tertentu antara lain keuntungan pelaku dengan merugikan orang lain disamping
yang membuat ataupun menerima informasi tersebut.
2. Netter
Netter adalah pengguna internet, dalam hal ini adalah
penerima e-mail (nasabah sebuah bank) yang dikirimkan oleh para carder.
3. Cracker
Cracker adalah sebutan untuk orang yang mencuri kelemahan
sistem dan memasukinya untuk kepentingan pribadi dan mencari keuntungan dari
sistem yang dimasuki seperti pencurian data, penghapusan, penipuan dan banyak yang
lainnya.
4. Bank
Bank adalah badan hukum yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk
kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak. Bank juga merupakan pihak yang menerbitkan kartu kredit/debit dan
sebagai pihak penyelenggara mengenai transaksi online, ecommerce, internet
banking dan lain-lain.
Modus Kejahatan Carding
A. Modus
kejahatan kartu kredit (Carding)
1. Mendapatkan
nomor kartu kredit (CC) dari tamu hotel, khususnya orang asing.
2. Mendapatkan
nomor kartu kredit melalui kegiatan chatting di internet.
3. Melakukan
pemesanan barang ke perusahaan diluar negeri dengan menggunakan jasa internet.
4. Mengambil
dan memanipulasi data di internet.
5. Memberikan
keterangan palsu, baik pada waktu pemesanan maupun pada saat pengambilan barang
di jasa pengiriman (kantor pos, UPS, Fedex, HL,TNT, dsb.)
B. Modus
Operandi
Ada beberapa tahapan yang umunya dilakukan para carder
dalam melakukan aksi kejahatannya :
1. Mendapatkan
nomor kartu kredit yang bisa dilakukan dengan berbagai cara antara lain :
phising (membuat situs palsu seperti dalam kasus situs klik BCA), hacking,
sniffing, keylogging, worm, chatting dengan merayu dan tanpa sadar memberikan
nomor kartu kredit secara sukarela, berbagi informasi antara carder,
mengunjungi situs yang memang spesial menyediakan nomor-nomor kartu kredit buat
carding dan lain-lain yang pada intinya adalah untuk memperoleh nomor kartu
kredit.
2. Mengunjungi
situs-situs online yang banyak tersedia di internet seperti Ebay, Amazon untuk kemudian carder
mencoba-coba nomor yang dimilikinya untuk mengetahui apakah kartu tersebut
masih valid atau limitnya mencukupi.
3. Melakukan
transaksi secara online untuk membeli barang seolah-olah carder adalah pemilik
asli dari kartu tersebut.
4. Menentukan
alamat tujuan atau pengiriman, sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia dengan
tingkat penetrasi pengguna
internet dibawah 10% namun menurut survei AC Nielsen tahun 2001 menduduki
peringkat ke 6 dunia dan ke 4 di Asia untuk sumber para pelaku kejahatan
carding. Hingga akhirnya Indonesia di blacklist oleh banyak situs-situs online
sebagai negara tujuan pengiriman. Oleh karena itu, para carder asal Indonesia
yang banyak tersebar di Jogja , Bali, Bandung dan Jakarta umumnya menggunakan
alamat di Singapura atau Malaysia sebagai alamat antara dimana di negara
tersebut mereka sudah mempunyai rekanan.
5. Pengambilan
barang oleh carder
Tidak ada komentar:
Posting Komentar