Senin, 12 November 2012

Undang - undang dan Cara Pencegahan


Undang-undang yang mengatur Carding.

   Saat ini di Indonesia belum memliki UU khusus/ Cyber Law yang mengatur mengenai Cybercrime, walaupun UU tersebut sudah ada sejak tahun 2000 namun belum disahkan oleh pemerintah dalam upaya menangani kasus-kasus yang terjadi. Menangani kasus carding para penyidik (khususnya Polri) melakukan analogi atau perumpamaan dan persamaan terhadap pasal-pasal yang ada dalam KUHP pada Cybercrime. Sebelum lahirnya UU no.1 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika (ITE), maka mau tidak mau Polri harus menggunakan pasal-pasal di dalam KUHP seperi pasal pencurian, pemalsuan dan penggelapan untuk menjerat para carder dan ini jelas menimbulkan berbagai kesulitan dalam pembuktiannya karena mengingat karakteristik dari cybercrime sebagaimana telah disebutkan diatas yang terjadi secara nonfisik dan lintas negara.Di Indonesia carding dikategorikan sebagai kejahatan pencurian dimana pengertian pencurian menurut hukum beserta unsur-unsurnya dirumuskan dalam pasal 362 KUHP yaitu : “Barang siapa mengambil suatu denda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp. 900”. Untuk menangani kasus carding diterapkan pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk kasus carding dimana pelaku mencuri nomor kartu kredit milik orang lain  walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor kartunya saja yang diambil dengan menggunakan software card generator di internet untuk melakukan transaksi di e-commerce. Setelah dilakukan transaksi dan barang dikirimkan, kemudian penjual yang ingin mencairkan uangnya di bank ternyata ditolak karena pemilik kartu bukanlah orang yang melakukan transaksi.
    Kemudian dengan lahirnya UU ITE, khusus kasus carding dapat dijerat dengan menggunakan pasal 31 ayat 1 dan 2 yang membahas tentang hacking. Karena dalam salah satu langkah untuk mendapatkan nomor kartu kredit carder sering melakukan hacking ke situs-situs resmi lembaga penyedia kartu kredit untuk menembus sistem pengamannya dan mencuri nomor-nomor kartu tersebut.Bunyi pasal 31 yang menerangkan tentang perbuatan yang dianggap melawan hukum menurut UU ITE berupa ilegal access :
    Pasal 31 ayat 1 : “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan   hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronika atau dokumen elektronik secara tertentu milik orang lain”.
     Pasal 31 ayat 2 : “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan  hukum melakukan intersepsi atau transmisi elektronik atau dokumen elektronik yang tida tersidat publik dari, ke dan didalam suatu komputer dan atau sistem menyebabkan perubahan, penghilangan atau penghentian informasi elektronik atau dokumen elektronik yang ditransmisikan”.
     Jadi sejauh ini kasus carding di Indonesia baru bisa diatasi dengan regulasi lama yaitu pasal 362 dalam KUHP dan pasal 31 ayat 1 dan 2 dalam UU ITE. Penanggulangan kasus carding memerlukan regulasi yang khusus mengatur tentang kejahatan carding agar kasus-kasus seperti ini bisa berkurang dan bahkan tidak ada lagi. Tetapi selain regulasi khusus juga harus didukung dengan pengamanan sistem baik software maupun hardware, guidelines untuk pembuat kebijakan yang berhubungan dengan computer-related crime dan dukungan dari lembaga khusus.

Cara Penanggulangan  dan Pencegahan yang dapat dilakukan terhadap carding

Meskipun dalam kenyataannya untuk penanggulangan carding sangat sulit diatasi tidak sebagaimana kasus-kasus biasa secara konvensional tetapi untuk penanggulangannya harus tetap dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar ruang gerak pelaku carding dapat dipersempit.
1. Pencegahan dengan hukum
     Hukum cyber sangat identik dengan dunia maya, yaitu sesuatu yang tidak terlihat dan semu. Hal ini akan meenimbulkan kesulitan bagi para penegak hukum terkait dengan pembuktian dan penegakan hukum atas kejahatan dunia maya. Selain itu obyek hukum cyber adalah data elektronik yang sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik. Oleh karena itu, kegiatan cyber meskipun bersifat virtual dan maya dapat dikategorikan sebagai tidakan dan perbuatan hukum yang nyata.
     Secara yuridisuntuk ruang cyber sudah tidak ada tempatnya lagi untuk mengkategorikan sesuatu dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional untuk dapat dijadikan objek dan perbuatan, sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal-hal yang lolos dari jerat hukum. Karena kegiatan ini berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata. Dan penyempurnaan undang – undang dibidang cyberspace.

2. Pencegahan dengan teknologi
     Handphone dapat dikatakan merupakan keamanan yang privacy bagi penggunanya. SMS bisadijadikan sebagai otentikasi untuk mencegah para carding menggunakan kartu kredit ilegal. Untuk itu diperlukan suatu proses yang dapat memberikan pembuktian bahwa dengan cara otentikasi sms dilakukan dengan menggunakan tanda tangan digital dan serifikat.

3. Pencegahan dengan pengamanan web security.
     Penggunaan sistem keamanan web sebaiknya menggunakan keamanan SSL. Untuk data yang disimpan kedalam database sebaiknya menggunakan enkripsi dengan metode algoritma modern, sehingga cryptoanalysis tidak bisa mendekripsikanya.

4.      Pengamanan pribadi
Pengamanan pribadi adalah pengamanan dari sisi pemakai kartu kredit. Pengamanan pribadi antara lain secara online dan offline :
1.      Pengamanan pribadi secara offline :
a.       Anda harus memastikan kartu kredit yang anda miliki tersimpan pada tempat yang aman.
b.      Jika kehilangan kartu kredit dan kartu identitas kita, segeralah lapor ke pihak berwajib dan pihak bank serta segera lakukan pemblokiran pada saat itu juga.
c.       Jangan tunggu waktu hingga anda kebobolan karena digunakan oleh orang lain (baik untuk belanja secara fisik maupun secara online).
d.      Pastikan jika anda melakukan fotocopy kartu kredit dan kartu identitas tidak sampai digandakan oleh petugas layanan (yang minta fotocopy kartu kredit anda) atau pegawai fotocopy serta tidak dicatat CVV-nya. Tutup 3 digit angka terakhir CVV dengan kertas putih sebelum kartu kredit kita fotocopy. Hal ini untuk menghindari penyalahgunaan kartu kredit kita oleh pihak lain dengan tidak semestinya. Perlakuan pengamanan CVV anda sama pengamanan PIN atau Password anda.
e.       Jangan asal atau sembarangan menyuruh orang lain untuk memfoto copy kartu kredit dan kartu identitas.
f.       Waspadalah pada tempat kita berbelanja, pastikan pada tempat belanja / tempat shopping / counter / gerai / hotel, dll yang benar-benar jelas kredibilitasnya.

2.      Pengamanan Pribadi Secara Online :
a.       Belanja ditempat (Website online shopping) yang aman, jangan asal belanja tapi tidak jelas pengelolanya atau mungkin anda baru pertama mengenalnya sehingga kredibilitasnya masih meragukan.
b.      Pastikan pengelola website transaksi online menggunakan SSL (Secure Sockets Layer) yang ditandai dengan HTTPS pada Web Login Transaksi online yang anda gunakan untuk berbelanja.
c.       Jangan sembarangan menyimpan File Scan kartu kredit anda sembarangan , termasuk menyimpannya di flashdisk dan dalam email anda.

1 komentar: